Sahabat-sahabatku..

Saturday, August 27, 2011

SEBAB-SEBAB HATI TERHIJAB

JASAD batin atau ruh yang selalu kita artikan sebagai hati, mempunyai kemampuan memandang dan mengenal sesuatu, merasakan kesenangan dan kesusahan, mengetahui yang lahir maupun yang batin khususnya mengetahui keberadaan Allah SWT.


Itulah kelebihan manusia daripada makhluk lain yaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenar-benarnya sehingga menjadi hamba Allah yang benar-benar takut pada Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah : Terjemahannya : Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka.(Al Anfaal : 2)


Hati yang terang-benderang seperti itu dimiliki oleh para ‘ariffin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka dapat melihat dan betul-betul mengenal sifat-sifat keagungan Allah. Karena itu mereka benar-benar dapat menghambakan diri kepada Allah SWT. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak dapat melihat dan mengenal Allah. Hal itu juga difirmankan oleh Allah SWT : Terjemahannya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.(Ar Ra’d : 19)


Firman Allah lagi :Terjemahannya : Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(An Nahl : 108)
Dari Umar Al Khattab, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :"Cap penutup hati tergantung di kaki arasy. Bila seseorang melanggar larangan Allah (menghalalkan yang diharamkan oleh Allah) maka Allah akan menutup hati mereka dengan cap penutup hati tersebut."


Bila hati sudah buta, atau sudah dikunci mati oleh Allah SWT, maka hati tidak dapat lagi mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.


Namun bukan hanya hati orang kafir dan munafik saja yang sudah buta, kita sebagai umat Islam pun masih banyak yang hatinya buta. Buktinya adalah kita masih sering membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih membuat dosa adalah orang yang tidak takut pada Allah. Orang yang tidak takut pada Allah adalah orang yang tidak kenal siapa Allah. Jika tidak kenal Allah menandakan bahwa hati telah buta.


Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia melakukan dosa maka terjadilah satu bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya (bintik hitam tersebut) maka akan selamatlah hatinya. Kalau dosanya bertambah maka hatinya akan semakin terkunci.
Sabda baginda lagi yang maksudnya :Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.


Kalau mata kita buta, maka kita tidak dapat melihat, tidak dapat mengenal bahkan tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati kita buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya yaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, siksa kubur, dan lain-lain lagi. Bila perasaan tersebut sudah tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.
Firman Allah :Terjemahannya : Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10)


Mereka akan tersiksa di dunia dan di Akhirat. Di dunia mereka akan merasa kecewa, putus asa, berkeluh kesah, dan tidak tenang. Di akhirat tentulah lebih tersiksa lagi.


Penyakit hati yang Allah maksudkan itu diantaranya ialah iri dengki, dendam, buruk sangka, serakah, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riya', ujub dan sombong.


Langkah pertama yang wajib ditempuh untuk mengobati penyakit hati kita ialah dengan mengobati hati yang buta itu. Bila hati sudah tidak buta maka penyakit-penyakit hati lainnya akan hilang dengan sendirinya.


Kalau mata kita sakit atau buta, maka kita akan pergi ke dokter mata. Mungkin mata kita akan dibersihkan, dibedah dan sebagainya. Begitupun kalau hati kita yang buta, maka kita mesti memberi pengobatan yang sesuai.


Untuk itu mari kita lihat dulu apakah yang menyebabkan hati terhijab? Di antaranya adalah:


a. Memakan makanan haram dan makanan syubhat, baik sadar atau tidak.


Bersabda Rasulullah SAW yang maksudnya:


"Hati itu dibina dengan apa yang dimakan."


Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat-zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikut syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Sebaliknya kalau makanan yang kita makan itu kotor (haram dan syubhat) baik benda itu haram atau uang yang digunakan untuk membelinya haram, maka sel dan zat-zat besi, atau zat-zat yang membina hati kita itu kotor, busuk dan gelap.


Hati seperti wadah yang terbuka. Hati yang kotor tidak akan menerima taufik dari Allah sebab Allah tidak akan memberi taufik dan hidayah kepada hati yang kotor. Sama halnya kita tidak akan memasukkan makanan ke dalam piring yang kotor. Apalagi taufik dan hidayah dari Allah itu sangat tinggi harganya.
Bila hati tidak bisa melihat kebenaran maka tidak akan terasa kebesaran, kehebatan, kasih sayang dan didikan dari Allah, tidak terasa anugerah, penjagaan, pengawasan dan pembelaan Allah. Kalau hati tidak mendapat hidayah dan taufik lagi maka kita akan menjadi orang yang sesat dan selalu terlibat melakukan maksiat dan mungkar.


Bersabda Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Al Bukhari & Muslim)


Firman Allah : Terjemahannya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman dengan-Nya. (Al Maidah : 88)


Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benda yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap.


Atas dasar itulah Sayidina Abu Bakar As Siddiq mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat. Amirul Mukminin itu merasa cukup takut bila makanan itu akan membutakan hatinya. Setelah mengorek makanan itu, dengan rasa bimbang bila saja ada sisa-sisa makanan tersebut yang masih ada dalam perutnya, maka beliau pun berdoa, "Ya Allah, jangan Engkau bertindak kepadaku akan apa yang telah jadi darah dagingku"


Begitulah Sayidina Abu Bakar menjaga hatinya. Sebab itu hatinya menjadi terang-benderang. Jadi, tidak mengherankan kalau keyakinan beliau cukup kuat dengan Allah.
Rasulullah SAW pun memuji beliau dengan sabda baginda : Terjemahannya : Kalau dibandingkan iman Abu Bakar dengan iman seluruh manusia kecuali Nabi dan Rasul niscaya imannya masih lebih baik.
Hal yang serupa terjadi pada Imam Nawawi. Semasa hidupnya ia tidak makan buah-buahan di Damsyik karena merasa buah-buahan itu syubhat. Beliau sangat menjaga hatinya.


Hati yang terang-benderang akan mempunyai basirah (pandangan batin) yang tajam yang dapat menembus alam gaib dan alam kerohanian. Bila alam gaib yang hebat itu bisa terlihat oleh kita maka alam yang lahir itu sudah tidak berarti apa-apa.


Perbandingannya seperti ini : Misalnya suatu hari kita diundang menjadi tetamu raja. Maka masuklah kita ke istana. Di sana kita akan diberi dengan pelayanan yang istimewa, dengan pakaian dan makanan, peralatan dan perhiasan yang tidak pernah kita jumpai. Kita merasa sangat gembira dan kita merasa tidak mau kembali lagi ke rumah kita, sebab rumah kita sudah tidak berharga apa-apa lagi dibandingkan dengan kehidupan yang indah di istana.


Begitulah keadaan mereka yang bisa melihat kehebatan alam gaib. Alam yang lahir menjadi tidak berharga lagi. Karena itulah Sayidina Abu Bakar r.a bisa mengorbankan semua harta bendanya kepada jihad fisabilillah hingga tidak ada apa-apa lagi yang ditinggalkan untuk anak isterinya. Beliau mau menebus kehidupan di alam gaib yang maha hebat dengan menggadaikan seluruh harta benda dunia yang murah itu. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain dan mujahid-mujahid Islam, mereka telah mengorbankan dunia yang sedikit itu untuk membeli kehidupan akhirat yang agung di alam baqa’ nanti.


Firman Allah : Terjemahannya : Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang mukmin, diri dan harta mereka dengan (harga) Syurga untuk mereka. (At Taubah : 111)


Mari kita mengobati hati kita dengan menghindar dari makanan yang haram. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram diantaranya ialah :




    1. Jangan memakan makanan yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih.
    2. Jangan memakan makanan yang bernajis baik sifatnya najis (karena dibuat dari bahan yang tidak halal) atau karena cara mencucinya tidak betul atau tidak menurut syariat, sehingga tetap najis (tetap tidak halal).
    3. Jangan memakan daging yang disembelih secara tidak halal dan membersihkannya tidak menurut syariat.
    4. Jangan memakan makanan yang dibeli dengan uang yang haram (sekalipun makanan itu halal). Uang yang haram contohnya uang suap, uang riba, uang curian dan tipuan.
    5. Jangan kita memakan makanan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, dan lain-lain.

Makanan syubhat ialah makanan yang kita ragukan halal atau haram dan uang syubhat ialah uang yang sumbernya kita ragukan halal atau haram. Makanan dan uang yang syubhat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperoleh kejernihan batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya.
Sekarang ini banyak makanan di restoran yang menyalahgunakan perkataan 'HALAL' dan 'ISLAM' sebagai tanda perniagaan mereka. Kita harus berhati-hati juga sebab musuh Islam telah menyalahgunakan kata-kata 'HALAL' dan 'ISLAM' itu untuk keuntungan perut dan kantong mereka saja. Mereka sama sekali tidak takut pada Allah dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.


Makan makanan yang halal tetapi berlebihan juga menjadi satu faktor penentu kepada corak hati kita.
Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Wadah yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang penuh dengan makanan yang halal.


Allah benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang penuh itu akan melemahkan kegiatan hati sehingga tidak kuat untuk memandang pada alam gaib.


Bila hati lemah maka manusia menjadi lalai dan malas. Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar itulah para salafussoleh mengurangi porsi makan mereka.


Rasulullah SAW selalu melatih perutnya untuk berada dalam keadaan lapar. Beliau pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perutnya dengan kain agar tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Beliau jarang berada dalam keadaan kenyang. Jika satu hari kenyang, maka tiga hari lapar. Beliau selalu berpuasa satu hari, kemudian satu hari lagi berbuka.


Begitu pula cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Sulaiman a.s yang dikenal sebagai orang kaya-raya. Beliau selalu berpuasa dan hanya memakan roti kering dan air putih. Nabi Yusuf a.s pun ketika menjadi menteri di Mesir melakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka. Bila ditanya mengapa Beliau berbuat begitu, jawabnya, "Di hari aku lapar, aku dapat merasa bahwa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang maka aku dapat bersyukur pada Allah SWT yang memberikan rezeki."


Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang melawan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Cara hidup mereka itulah yang wajib kita contoh. Kita mesti senantiasa berperang dengan nafsu yang selalu mengajak kita lalai dari Allah.


Mari kita obati hati kita dengan cara mengurangi makan. Langkah-langkah praktis yang mesti diambil untuk mengurangi makan di antaranya ialah :



  1. Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Itulah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan dengan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila jenis lauk sudah bermacam-macam nafsu kita bertambah besar untuk merasakan semua jenis lauk.
  2. Makanan itu sebaiknya sederhana, jangan terlalu enak. Sebab kalau terlalu enak, kita tidak mampu mengawal nafsu untuk makan berlebihan.
  3. Jangan menyimpan berbagai kelebihan makanan dalam rumah, sebab bila makanan tersedia maka kita senantiasa berfikir untuk makan. Sebaliknya kalau tidak ada simpanan makanan, nafsu tidak akan mengajak kita berfikir untuk makan.
  4. Coba memperbanyak puasa sunat seperti di hari Senin dan Kamis atau paling kurang tiga hari dalam sebulan.

Harus kita fahami bahwa langkah-langkah di atas adalah untuk membersihkan hati dan membuat hati kita merasa menjadi hamba Allah yang lemah dalam segala masalah kita.


b. Pandangan dan Pendengaran yang Haram


Kita telah sepakat bahwa : "Dari mata turun ke hati." Artinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan sekedar terasa di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan di hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan berisi kejahatan dan kemungkaran itu.


Hati yang senantiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar akan menjadi hati yang gelap dan pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi merasa takut pada Allah, bahkan cinta dan rindu pada Allah SWT akan hilang.


Saya rasa kita semua tentunya memiliki pengalaman pribadi terhadap hal itu. Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan Al Quran, puasa, shalat sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.


Tetapi kalau setiap hari hati kita isi dengan program TV, berkata-kata kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat, mendengar lagu-lagu pop, maka kita akan menjadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak ada rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya, tidak suka pada pemuka agama dan lupa pada Akhirat. Hati kita menjadi cinta kepada dunia dengan segala hiburannya. Hati selalu ingin lepas, bebas tanpa disekat oleh hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan, serta ingin hidup lebih lama lagi.
Itulah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan yang haram akan membuat hati kita buta kepada kebenaran.


Allah berfirman : Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercantum (benih) yang akan Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami menjadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insaan : 2)


Tujuan Allah memberi kita mata dan telinga adalah untuk mencari dan mengenal pencipta kita yaitu Allah SWT. Selain itu supaya kita sadar untuk berbakti dan menurut perintah-Nya. Firman-Nya : Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku. (Adz Dzaariyat : 56)


Kita mesti merasa bahwa diri kita adalah sebagai hamba dalam melaksanakan perintah suruhan dan larangan dari Allah. Yang penting adalah rasa kehambaan. Ibadah yang sebenarnya adalah yang berasal dari rasa kehambaan. Kalau waktu beribadah itu kita tidak merasa hina dan tidak merasa hamba, tetapi merasa besar diri, sombong, marah, dengki, maka amalan lahir itu bukan lagi dinilai ibadah. Sama halnya dengan seorang kuli yang menghadap tuannya dengan rasa besar diri, dengan bertolak pinggang. Bukankah lebih baik bila ia tidak menghadap, sebab tentu akan menimbulkan kemarahan tuannya.
Hidup bukan untuk dunia tetapi hidup untuk Allah dan untuk mencari bekal kembali ke Akhirat. Untuk tujuan itulah kita dikaruniakan Allah pendengaran dan penglihatan. Gunakanlah keduanya sebaik mungkin sebagai alat untuk sampai kepada tujuan yang diredhai-Nya.


Mari kita obati hati kita dengan menjaga pandangan dan pendengaran hanya kepada yang dapat mengingatkan kita kepada Allah, merasa takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.
Langkah-langkah yang sebaiknya diambil di antaranya ialah :




    1. Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadist dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam waktu yang sama, elakkan dari membaca buku-buku khayalan, majalah hiburan dan berita-berita yang jauh dari kebenaran.
    2. Selalu mengunjungi mesjid, tempat pengajian agama, majelis dakwah, tahlil dan zikrullah serta mengelak dari tempat-tempat maksiat, acara-acara yang liar (pergaulan bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan, sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat. Juga kita mengelak dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.
    3. Mendatangi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi Kekuatan.
    4. Ingat mati, karena selalu mengingat mati akan melembutkan hati.
    5. Elakkan dari menonton program TV yang tidak berfaedah. Sekali kita biarkan mata dan telinga kita memandang dan mendengar perkara yang dibenci oleh Allah, maka selama itu kita biarkan nafsu menjadi raja di hati kita sehingga kita lalai dan tidak takut kepada penglihatan dan pengawasan Allah. Lebih baik kita tidur daripada menonton TV sampai larut malam. Hasilnya kita bisa bangun dengan segar untuk menyembah Allah dan mendekatkan hati pada-Nya. Kalau hati kita merasa sama saja antara melihat maksiat atau tidak, itu tandanya hati kita sudah rusak dan jauh dari Allah.


Itulah di antaranya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjernihkan batin kita. Perlu diingat bahwa langkah-langkah itu mesti diperjuangkan sungguh-sungguh dan terus menerus.


Kita jangan cepat jemu atau mudah terpengaruh dengan bujukan nafsu liar kita. Dan janganlah kita mengharap untuk memperoleh hasilnya dalam jangka waktu yang singkat. Sebab menurut pengalaman orang-orang yang telah menempuh jalan itu, waktu paling singkat untuk memperoleh hati yang bersih (taraf kerohanian yang tinggi) melalui mujahadah melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi) adalah 20 sampai 30 tahun lebih.


Waktu yang akan kita tempuh, sesuai dengan waktu yang kita gunakan untuk maksiat. Sejak dalam perut ibu, kita sudah menerima makanan yang tidak jelas halalnya. Setelah lahir pun kita berada di tengah-tengah maksiat dan macam-macam kemungkaran. Hati kita sudah gelap pekat dengan karat-karat dosa yang kita lakukan secara sadar atau tidak. Jadi memang sudah selayaknya kalau kita korbankan 20-30 tahun umur kita yang akan datang untuk membersihkan hati nurani kita. Mudah-mudahan di akhir umur kita, dapat kita rasakan kebersihan hati dan keselamatan dari mazmumah. Mudah-mudahan kita dapat menghadap Allah membawa hati yang selamat.
Firman Allah :
Terjemahannya : Di hari itu (hari kita meninggal dunia) tidak berguna lagi harta dan anak kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’: 88-89)


Apabila ruh kita sudah bersih dan sudah kembali pada fitrahnya semula (sewaktu di alam ruh), maka kita akan merasakan bermacam-macam pengalaman batin yang luar biasa. Tapi hal itu juga tergantung kepada taraf kebersihan ruh yang dapat kita capai. Ada dua peringkat ruh yang bersih yaitu :


1. Ruh yang terlalu bersih (orang yang Mukasyafah)
Biasanya dicapai oleh muqarrobin. Ruh itu dapat menembus hijab antara alam dunia dan malakut dan dapat melihat segala rahasia-rahasia batin manusia.
Hal-hal yang biasanya oleh orang biasa dilihat di alam mimpi maka mereka dapat melihatnya di waktu sadar. Contohnya : kalau ada seseorang yang sifat batinnya seperti anjing maka orang itu akan terlihat oleh mereka seperti anjing. Kalau orang biasa mendapat ilmu dengan belajar maka mereka memperoleh ilmu melalui ilham.


2. Ruh yang bersih
Tingkatan itu dapat dicapai oleh orang-orang soleh. Ruh mereka dapat mengesan rahasia-rahasia batin hanya melalui mimpi-mimpi yang benar dan rasa hati yang benar dan tepat dengan kehendak Allah. Mereka tidak dapat melihatnya secara nyata, sebab hijab pada diri mereka tidak terangkat semua. Allah menceritakan hal itu dalam hadist Qudsi, firman-Nya yang bermaksud : Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang setia pada-Ku) maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada amal seorang hamba-Ku yang bertakwa (yang beramal) pada-Ku yang lebih Kucintai daripada dia menunaikan semua yang Kufardhukan ke atasnya. Dan hambaKu yang senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan nawafil (ibadah sukarela) sehingga Aku mencintainya, maka jadilah Aku seolah-olah sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan sebagai penglihatannya yang ia melihat dengannya dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya.


Dan andaikata ia memohon pasti akan Kuberi padanya. Dan andaikata ia berlindung kepada-Ku pasti akan Kulindungi.


Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Takutilah olehmu firasat (pandangan tembus) orang-orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)


Tuesday, July 12, 2011

‘Toxic People’ vs ‘Unsung Hero’

Alhamdulillah..sambil jalan-jalan tadi terjumpa satu artikel yg sangt memotivasikan diri dan enarik minat ana utk berkongsi.. terlalu banyak hikmah,tarbiyah yg Allah berikan pada diri kita semua dlm kehidupan tanpa kita sedari, bg hati yg hidup dia akn benar-benar merasai stiap didikanNya yg maha halus dan semuanya ada sebab dan hikmahnya.. Jadi ana copy n paste..mudah2an kita semua dpt manfaat dari artikel ini..

“Belajarlah merasa bahagia dengan membuat kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain,“ pujuk saya. “Senanglah saudara cakap begitu kerana saudara tidak mengalaminya. Jiwa saya tersiksa sungguh. Dulu projek tu sayalah yang memberi idea. Saya juga yang memulakannya. Pada waktu itu mereka melihat sahaja dengan penuh sinis. Tapi saya sejak dulu lagi sudah optimis, projek yang saya ilhamkan itu akan berjaya.”

“Masalahnya?” “Setelah berjaya saya diketepikan. Mereka yang sinis dahulu beria-ria pula mendabik dada, konon kejayaan projek itu hasil usaha mereka,” ujarnya sedih.

“Allah Maha Mengetahui. Insya-Allah, Allah akan memberi ganjaran atas kebaikan saudara walaupun manusia lain mkelupakannya.” “Betul macam yang diungkapkan oleh peribahasa lama, lembu punya susu, sapi dapat nama.” “Biarlah sapi dapat nama, insya-Allah jika ikhlas kita dapat pahala dan keredaan Allah,” pujuk saya terus menerus. “Saya sakit hati…”

“Saudara, bukan saudara seorang sahaja yang pernah melalui nasib begini, ramai orang telah melaluinya. Jika tidak, tidaklah timbul istilah ‘unsung hero’,” jelas saya. “Unsung hero?” “Ya, wira yang tidak dicanangkan atau didendangkan. Dia berjasa tetapi dilupa. Dia berbudi, tetapi dikeji. Pada setiap generasi perjuangan pasti ada golongan yang tidak disebut-sebut namanya, tidak dkenali apatah lagi dipuja, tetapi hakikatnya merekalah orang yang paling banyak berjasa dan berbakti.” “Kenapa begitu? Adilkah?”

“Allah sedang mengajar saudara,” kata saya hampir berbisik. Mengalih fokus perbualan kepada dirinya dan saya. “Allah sedang mengajar saya?” “Allah mengajar saudara melalui mereka.” “Apa yang Allah sedang ajar saya melalui perlakuan mereka?” “Allah mengajar saudara tentang ikhlas!” tusuk saya perlahan.

Dia terdiam. Sebenarnya saya turut simpati dan empati dengan nasibnya. Ketika dia selayaknya tersenyum kerana kejayaannya, sebaliknya dia bersedih, rasa terpinggir dan hampir dilupakan.

“Saya geram dengan pengampu dan pembodek. Saya benci dengan siasah pembelit yang licik dan berstrategik,” ujarnya berterus terang. “Saudara, jika kita sibuk melakukan kebaikan, kita tidak akan sempat melihat kejahatan orang lain. Jika kita masih sempat, itu petanda kebaikan yang kita buat masih sedikit. Dan kita masih belum benar-benar baik,” balas saya dengan nada memujuk. “Oh, sukarnya,” katanya hampir mengeluh.








“Saudara patut bersyukur dengan kesukaran itu.” “Kenapa? Bukankah sepatutnya saya bersabar?” “Kita wajar bersyukur kerana Allah hendak menyelamatkan kita daripada riyak dan takbur atas kebaikan yang telah kita lakukan. Tanpa sanjungan, tanpa pujian, bukankah rasa takbur dalam hati kita akan tertekan? Rasa riak juga akan terhenyak?” “Benar juga kata saudara. Tetapi sungguh, sukar sungguh untuk mendidik hati agar rasa begitu.”

“Saudara, dalam setiap perjuangan juga ada golongan yang dinamakan ‘toxic people’.” “Toxic people?” “Golongan yang berpura-pura dan menikam dalam diam. Ujudnya golongan ini seiring dengan wujudnya wira yang tidak didendangkan tadi.” “Maksud saudara?” “Justeru adanya toxic people inilah menyebabkan wujudnya unsung hero!” “Awak ni ada-ada sahaja, “ katanya sambil tersenyum. Alhamdulillah saya akhirnya dapat menyebabkan wajahnya yang murung tadi ceria sedikit.

“Toxic people ini tidak banyak kerja untuk orang lain melainkan bekerja untuk kepentingan diri. Dia mengampu yang di atas, menyiku yang sebaya dan menekan yang di bawah.” “Saya akan lawan mereka!” “Jangan. Pembelit akan terbelit dengan jeratnya sendiri.” “Pujuklah hati agar berbahagia dengan keikhlasan bukan dengan harapan agar orang yang tidak sehaluan dimusnahkan. Tidak ada ketenangan jika ada kebencian.”

“Berapa lama harus saya bersabar, eh… bersyukur?” Saya tersenyum. “Sabarlah dalam bersabar. Dan syukurlah sehingga tidak dapat diukur…” “Ini pasrah atau mengalah?” “Tidak kalah dengan mengalah.” Saya dapat menyelami perasaannya. Setiap kita pasti diuji – isteri yang setia oleh kecurangan suami, majikan yang adil oleh pekerja yang tamak, pengikut yang setia oleh pemnimpin yang zalim. Dunia ini memang tidak adil… sebab itu perlunya ada akhirat. Di sanalah keadilan yang hakikit dan mutlak akan tertegak.

“Kenapa kita sering tertekan bila diuji begini?” jolok saya bila melihat dia mengelamun. Dia diam. “Kalau disusur dengan hati yang paling jujur, dimuhasabah dengan jiwa yang paling saksama, pasti di sebalik semua itu adalah kepentingan dunia jua,” kata saya. “Sebab tidak naik pangkat, tidak dapat ganjaran, tidak dapat pujian dan sanjungan… Bukankah begitu?” Dia diam. Matanya berkaca. “Marilah sama-sama kita akui, kita pun jahat juga. Mungkin kita juga bukan ‘unsung hero’, sebaliknya kita juga hakikatnya ‘toxic people’!”

“Siapa yang mampu menilai siapa kita?” “Dalam Al Quran Allah telah tegaskan dengan firman-Nya: Beramallah nanti Allah, Rasul dan orang mukmin akan menilai amalan kamu itu. Tiga itulah penilai yang paling tepat. Selain daripada itu ketiga-tiga itu semuanya tersasar.” “Sekarang saya faham mengapa sejarah sering diselewengkan hinggakan wira dianggap penderhaka, penderhaka dianggap wira.” “Kecuali sejarah yang dibawa oleh Al Quran dan As sunah.” “Jika tidak kita akan memuji Haman pengampu Firaun berbanding Masyitah (tukang sikat rambut) bagi anak perempuan Firaun. Tentulah Haman lebih tersohor, kerana dia bertaraf menteri bagi sebuah negara. Sebaliknya Masyitah hanya seorang kuli biasa,” jelasnya menguatkan keterangan saya.

Saya tersenyum. Masih terbayang dalam ingatan bagaimana pada suatu ketika dahulu buku-buku sejarah (yang menyalin bulat-bulat fakta dan idea penjajah) menyanjung residen-residen British seperti Hugh Low, Frank Swetenham, Clifford dan lain-lain manakala Dato’ Bahaman, Dato’ Maharajalela, Tok Janggut, Mat kilau dan lain-lain dilabelkan sebagai penderhaka. Itu tidak termasuk lagi figur seperti Kamal Ataturk yang dianggap sebagai wira Turki padahal dialah yang paling banyak merosakkan Islam di Turki dan khalifah dalam dunia Islam.

“Namun begitu, betapa licik sekalipun strategi dan putar-belit ‘toxic people’ ini mereka tidak akan dapat menipu semua orang pada setiap masa. Lebih-lebih lagi mereka tidak dapat menipu diri sendiri.” “Maksud saudara mereka tidak akan bahagia walaupun dengan jawatan, nama dan harta yang mereka miliki?” “Mereka mendaki ke puncak hanya untuk meninggikan tempat jatuh. Hidup mereka sentiasa tidak senang kerana asyik memikirkan perancangan kejahatan. Mereka akan sentiasa dibayangi oleh orang yang mereka benci ke mana sahaja mereka pergi. Orang yang tidak cukup dengan yang sedikit, pasti tidak akan puas dengan yang banyak.”

“Tenang sedikit saya mendengarnya.” “Mendengar yang mana satu?” “Yang mana satu?” tanyanya semula. “Mendengar pembalasan yang akan menimpa ‘toxic people’kah atau ketenangan yang bakal dimiliki oleh ‘unsung hero?” Dia tersenyum. “Kita harus ingat, ramai orang yang tidak bahagia dengan jawatan, harta dan nama yang tersohor tetapi lebih ramai orang yang tidak bahagia kerana dengkikan harta, jawatan dan nama yang dimiliki oleh orang lain. Yang satu ‘tak dapat’ apa yang mereka dapat. Yang satu golongan lagi ‘tak dapat’ apa yang mereka memang tak dapat!”

“Kesimpulannya?” “Biarlah sapi yang dapat nama… kerana kita bukannya lembu yang terkenal dengan kedunguannya!” Teringat pula perumpamaan orang tua-tua dahulu, bodoh macam lembu. Relakah kita menjadi ‘lembu’ hanya kerana dengkikan sapi yang sering mendapat nama? Katakan tidak, kerana Allah, Rasul dan orang Mukmin akan menilai kerja kita. Itu lebih penting! Dan tiba-tiba saya teringat sebuah nasyid yang didendangkan oleh Mujahid nasyid yang telah pergi – Ustaz Asri Ibrahim. Katanya, “mana milik kita? Tidak ada milik kita.. Semua yang ada, Allah yang punya!”



Sunday, July 3, 2011

30 LAGI TANDA-TANDA KEMUNAFIQKAN..

Hudzaifah.org - Sahabat Hudzaifah r.a pernah berkata: “Orang-orang munafik sekarang lebih jahat (berbahaya) daripada orang munafik pada masa Rasulullah saw.”
Ditanyakan kepadanya: “Mengapa demikian?”
Hudzaifah menjawab: “Sesungguhnya pada masa Rasulullah saw mereka menyembunyikan kenifakannya, sedangkan sekarang mereka berani menampakkannya.” (Diriwayatkan oleh Al Farayabi tentang sifat an nifaq (51-51), dengan isnad shahih)

Pernyataan sahabat Hudzaifah r.a itu diucapkannya pada 14 abad yang lampau. Jika demikian, bagaimana dengan orang-orang munafik pada abad ini?

Orang-Orang Munafiq dalam Al Qur’an

Allah telah menyebut kata an nifaq dan kata jadiannya di dalam Al Qur’an sebanyak 37 kali dalam surat yang berbeda. Yaitu, di dalam surat ‘Ali Imran, Al Hasyr, At Taubah, Al Ahzab, Al Fath, Al Hadid, Al Anfal, Al Munafiqun, An Nisaa, Al Ankabut, dan At Tahrim.

Kata an nifaq serta bentuk-bentuk jadiannya diulang-ulang penyebutannya pada sebagian dari surat-surat tersebut. Hal ini menunjukkan betapa sangat berbahaya orang-orang munafiq itu terhadap mujtama’ (masyarakat) dan Ad Din (agama).

Macam-Macam Nifaq

Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, sifat nifak itu terbagi menjadi dua macam:
Pertama: Nifaq I’tiqadi (nifak dalam bentuk keimanan)
Nifak jenis ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama (millah). Pelaku nifaq i’tiqadi ini ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Orang seperti ini di dalam hatinya mendustakan kitab-kitab Allah dan para malaikat-Nya, atau mendustakan salah satu asas dari asas Ahlussunnah. Dalil nifaq i’tiqadi ini adalah firman Allah Subhananu wa Ta’ala : “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,’ padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah 8-10)

Kedua: Nifaq ‘Amali (nifaq dalam bentuk perbuatan)

Dalil mengenai nifaq ‘amali ini adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim: “Ada tiga tanda orang munafiq: jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika dipercaya ia khianat.”
Berikut ini ketiga puluh karakter orang-orang munafiq tersebut. Kemudian akan diperinci penjelasannya satu persatu:

Karakter Ke-1 : Dusta
Karakter Ke-2 : Khianat
Karakter Ke-3 : Fujur dalam Pertikaian
Karakter Ke-4 : Ingkar Janji
Karakter Ke-5 : Malas Beribadah
Karakter Ke-6 : Riya
Karakter Ke-7 : Sedikit Berdzikir
Karakter Ke-8 : Mempercepat Shalat
Karakter Ke-9 : Mencela Orang-Orang yang Taat dan Sholeh
Karakter Ke-10 : Memperolok Al Qur’an, As Sunnah, dan Rasulullah saw
Karakter Ke-11 : Bersumpah Palsu
Karakter Ke-12 : Enggan Berinfaq
Karakter Ke-13 : Tidak Memiliki Kepedulian terhadap Nasib Kaum Muslimin
Karakter Ke-14 : Suka Menyebakan Kabar Dusta
Karakter Ke-15 : Mengingkari Takdir
Karakter Ke-16 : Mencaci maki Kehormatan Orang-Orang Sholeh
Karakter Ke-17 : Sering Meninggalkan Shalat Berjamaah
Karakter Ke-18 : Membuat Kerusakan di Muka Bumi dengan Dalih Mengadakan Perbaikan
Karakter Ke-19 : Tidak Ada Kesesuaian antara Zhahir dengan Batin
Karakter Ke-20 : Takut Terhadap Kejadian Apa pun
Karakter Ke-21 : Berudzur dengan Dalih Dusta
Karakter Ke-22 : Menyuruh Kemungkaran dan Mencegah Kema’rufan
Karakter Ke-23 : Bakhil
Karakter Ke-24 : Lupa Kepada Allah SWT
Karakter Ke-25 : Mendustakan janji Allah dan Rasul-Nya
Karakter Ke-26 : Lebih Memperhatikan Zhahir, Mengabaikan Batin
Karakter Ke-27 : Sombong dalam Berbicara
Karakter Ke-28 : Tidak Memahami Ad Din
Karakter Ke-29 : Bersembunyi dari Manusia dan Menantang Allah dengan Dosa
Karakter Ke-30 : Senang dengan Musibah yang Menimpa Orang-Orang Beriman dan Dengki Terhadap Kebahagiaan Mereka

Karakter Ke-1 : Dusta

Imam Ibnu Taimiyyah berkata: “Al Kidzb (dusta) adalah salah satu rukun (elemen) dari kekufuran.” Selanjutnya beliau menuturkan bahwa jika Allah menyebut nifak dalam Al Qur’an, maka Dia menyebutkannya bersama dusta (al kidzb). Dan apabila Allah menyebut al kidzb, maka kata nifak disebutkan bersamanya. “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”(QS. Al Baqarah : 9-10). ”Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun: 1)

Demikian juga apabila Allah menyebut tentang nifak, maka disebut pula qillatudz zikr (sedikit berdzikir kepada Allah). “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali “(QS. An Nisaa :142).

Sedangkan jika Allah meyebut tentang iman, disebut juga dzikrullah (mengingat Allah). ”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun : 9).

Di dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda: “Tanda orang munafiq ada tida, salah satunya adalah jika berbicara dia dusta.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abu Hurairah r.a)

Dusta merupakan karakter yang secara kongkret membuktikan bahwa pelakunya telah terjangkiti “virus” nifak. Demikian pula halnya orang yang berdusta dengan cara bergurau (main-main) –meski sebagian orang telah meremehkan hal ini. Hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam ahmad dalam kitab Musnad-nya dengan sanad jayid (baik), yang berbunyi:

“Celakalah bagi orang yang berbicara (bercerita) lalu berbohong agar orang-orang tertawa dengan cerita dustanya itu. Celaka baginya, celaka baginya, celaka baginya.”

Karakter Ke-2 : Khianat

Dalil yang mendasari karakter ini adalah sabda Rasulullah saw : “Dan apabila berjanji, dia berkhianat.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abdullah bin amr bin Al ‘ash)

Barangsiapa bersumpah kepada kaum muslimin atau kepada waliyul ‘amr (penguasa) –ataupun mengikat perjanjian dengan orang kafir dalam suatu peperangan—kemudian ia mengkhianati perjanjian yang telah ia sepakati, maka ia terhadap dirinya sendiri sebagai orang munafik, seperti yang termuat dalam Shahih Muslim, ketika Rasulullah saw melantik seseorang menjadi pemimpin dari serombongan tentara. Pada saat itu beliau berpesan:

“....Apabila kamu telah mengepung penduduk suatu kampung, lalu mereka mengharapkan agar kamu membat janji dengan Allah dan Nabi-Nya untuk mereka, maka janganlah kamu mengabulkannya. Namun, ikatlah mereka dengan janjimu dan para sahabatmu. Sebab, seandainya kamu melanggar perjanjian tersebut, maka akan lebih ringan dibandingkan pelanggaran terhadap janji Allah dan Rasul-Nya. Dan jika kamu mengepung penduduk suatu perkampungan (perbentengan), lalu memintamu untuk menurunkan kepada mereka hukum Allah, maka janganlah kamu mengabulkannya. Namun, turunkanlah kepada mereka hukummu. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu apakah mereka mampu menerapkan hukum Allah terhadap mereka atau tidak.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab As Sair, Bab Ta’mirul ‘Umara ‘Alal Bu’uts, jilid IV, juz 12/3-38 (Syarh Nawawi).

Dengan demikian, barangsiapa memberikan janji kepada seseorang, atau kepada istrinya, anaknya, sahabatnya, atau kepada seseorang yang berwenang---kemudian dia mengkhianati janji tersebut tanpa ada sebab udzur syar’i—maka telah dianggap pada dirinya ada salah satu tanda kemunafikan.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah akan meletakkan pada pengkhianat sebuah bendera. Lalu dikatakan: ‘Ingatlah, inilah pengkhianatan si fulan’. (HR. Imam Muslim)

Termasuk ke dalam pengkhianatan adalah menyia-nyiakan amanat. Sebagaimana kita ketahui, di pundak setiap muslim bertumpuk berbagai macam amanat. Mulai dari amanat Allah dan Rasul-Nya, amanat dakwah, amanat rumah tangga, amanat profesi, sampai kepada amanat dari diri sendiri. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfaal : 27).

Karakter Ke-3 : Fujur dalam Pertikaian

Sabda Rasulullah SAW dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim:
“Dan apabila bertengkar (bertikai), dia lacur.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari pada Kitab Al Iman, Bab ‘Alamah al Munafiq, juz 1/11 (Fathul Bahri), juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitab Al Iman, Bab Bayan Khishaal Al Munafiq, juz II, Jilid I, hlm. 46 (Syarh An Nawai). Keduanya dari Abdullah bin amr bin Al ‘ash).
Ace
08-13-2010, 06:29 AM
Para ulama berpendapat, barangsiapa bertikai dengan seorang muslim –saya sebutkan “seorang muslim”, sebab pertikaian dengan orang-orang kafir memiliki pembahasan tersendiri—kemudian dia berbuat lacur/fasik dalam pertengkarannya, maka Allah menyaksikan bahwa orang tersebut tergolong fajur (yang berbuat lacur) sekaligus munafik.

Sementara itu, mengenai pertengkaran dengan orang kafir, dalam hal ini ada hadits Nabi SAW yang menyebutkan: “Peperangan itu tipu muslihat.” ( Diriwayatkan oleh Abu Daud pada Kitab Al Adab, Bab Al “idah, nomor 4996. Dan Imam Al Baihaqi (10/198) dari jalan Ibrahim bin Thahan dengan isnad yang sama, dalam Kitab Asy Syahadat, Bab Man Wa’ada Ghairuhu. Hadits ini dha’if karena perawi yang majhul, yaitu Abdul Karim bin Abdullah bin Syaqiq. Lihat Kitab Sunan Abu daud, hadits nomor 4996).

Ali bin Abi Thalib sendiri dalam menghadapi musuh kafir menerapkan strategi dengan landasan hadits tersebut. Apabila orang-orang kafir telah berkhianat, lalu kita mempermainkan dan mengadakan tipu muslihat terhadap mereka, maka hal itu mempunyai landasan serta tidak termasuk khianat dan lacur. Hal ini tergolong dalam kategori strategi dan tipu muslihat terhadap musuh Islam.
Karakter Ke-4 : Ingkar Janji

Rasulullah SAW bersabda: “Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat.” (HR. Bukhari-Muslim)

Inkgar janji adalah sifat yang dapat merusak dan memporak-porandakan seluruh rencana. Ingkar janjji juga merupakan perilaku buruk yang dapat melunturkan kepercayaan dan kesetiaan masyarakat kepada seseorang. Seperti kurang disiplin dalam menepati waktu. Bahkan, keterlambatan seakan-akan telah menjadi sesuatu yang biasa. Oleh sebab itu, barangsiapa berjanji kepadamu dengan menentukan tempat dan waktu kesepakatan, kemudian mengingkari janji tersebut tanpa ada udzur syar’i, maka di dalam jiwanya telah bercokol cabang kemunafikan.

Seorang ulama yang shaleh, jika berjanji kepada sauadara-saudaranya sesama muslim selalu mengatakan, “Insya Allah, antara saya dan kamu tidak ada mau’id (waktu perjanjian). Jika saya dapat, saya akan datang. Namun, jika tidak dapt, berarti saya udzur.” Hal demikian dilakukannya dengan tujuan agar pada dirinya tidak tertulis salah satu dari cabang-cabang kemunafikan.

KISAH KETUA GENG MUNAFIQ (ABDULLAH BIN UBAI)

4 tanda MUNAFIQ!!


Sabda Rasulullah s.a.w yang maksudnya: “Ada empat perkara, sesiapa yang melakukannya maka ia adalah seorang munafik tulen. Sesiapa yang melakukan satu daripada empat perkara itu, maka ia mempunyai salah satu daripada sifat munafik, hingga dia meninggalkannya . (Empat sifat itu ialah) apabila dipercayai ia khianat, apabila bercakap ia berdusta, apabila berjanji ia mungkir dan apabila bertengkar ia mengenepikan kebenaran. (Menegakkan benang basah ) “. Riwayat Ahmad
Munafik berasal dari perkataan “nafaqa” yang bermaksud “terbelah dua” iaitu tidak solid dan tidak jujur dengan Islam.

Setelah kematian Abdullah bin Ubair (ketua geng munafik), jenazahnya disembahyangkan Rasulullah s.a.w. walaupun Sayyidina Umar tidak bersetuju dengan tindakan Nabi. Nabi s.a.w. sembahyang kerana pada zahirnya dia Islam. Pada masa itu juga tiada larangan sembahyang ke atas munafik. Islam cuma mengambilkira apa yang zahir. Pada zahirnya Abdullah Bin Ubair sembahyang bersama Nabi, puasa dan turut sama pergi berperang. Jika Nabi tidak menyembahyangkan jenazahnya pula, orang akan mempersoalkan kenapa baginda tidak sembahyang jenazah umatnya.
Hadis Ibnu Umar r.a katanya:Ketika Abdullah bin Ubai bin Salul meninggal dunia, datang anaknya Abdullah bin Abdullah menemui Rasulullah s.a.w, meminta pakaian Rasulullah s.a.w untuk mengapani jenazah ayahnya. Rasulullah s.a.w memenuhi permintaan tersebut, kemudian beliau meminta Rasulullah s.a.w menyembahyangkan jenazah ayahnya. Maka Rasulullah s.a.w berdiri untuk memenuhi permintaan itu.
Umar berdiri serta menarik baju Rasulullah s.a.w sambil berkata: Wahai Rasulullah! Adakah kamu ingin menyembahyanginya, tidakkah Allah melarang dari berbuat begitu?
Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya Allah memberi pilihan kepadaku. Allah telah berfirman:اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً Yang bermaksud: Kamu mintalah keampunan untuk mereka atau tidak minta keampunan untuk mereka, sekirannya kamu meminta keampunan untuk mereka sebanyak tujuh puluh kali, aku akan menambahnya tujuh puluh kali.
Umar berkata: Abdullah itu orang munafik. Rasulullah s.a.w tetap menyembahyangi jenazah tersebut.
Oleh sebab itulah Allah menurunkan ayat:وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ Yang bermaksud: Dan janganlah kamu sembahyang jenazah ke atas orang munafik yang mati di antara mereka dan janganlah kamu berdiri di atas kuburnya.
Tentang soal hati, serahlah kepada Allah yang tahu zahir dan batin, yang akan check hati mereka dan balas di hari Kiamat:
Al-Jumah [8] ……kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahu kepada kamu apa yang kamu telah lakukan (serta membalasnya).
Dihari kiamat semua akan didedahkan, termasuk yang di dalam dada:
Al-A’diyat [10] Dan dikumpul serta didedahkan segala yang terpendam dalam dada?[11] Sesungguhnya Tuhan mereka Maha Mengetahui dengan mendalam tentang (balasan yang diberikanNya kepada) mereka pada hari itu
Setelah Nabi mengetahui bahawa Abdullah Bin Ubair adalah seorang munafik, Baginda membuang baju yang pernah dihadiahkan oleh Abdullah kepada bapa saudaranya iaitu Abbas. Baju itu dihadiahkan selepas tamat peperangan kerana saiz badan Abdullah dan bapa saudara nabi (Abbas) adalah sama. Nabi membuang baju itu ke dalam kubur Abdullah kerana tidak mahu ada sebarang kebaikan Abdullah tinggal setelah kematiannya.
Nabi s.a.w. sembahyang kerana pada zahirnya dia Islam. Pada masa itu juga tiada larangan sembahyang ke atas munafik, sehinggalah turun ayat:
At-Taubah [84] Dan janganlah engkau sembahyangkan seorang pun yang mati dari orang-orang munafik itu selama-lamanya dan janganlah engkau berada di (tepi) kuburnya, kerana sesungguhnya mereka telah kufur
kepada Allah dan RasulNya dan mereka mati sedang mereka dalam keadaan fasik (derhaka)

APA ITU MUNAFIQ??



Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga: bila berbicara, ia berdusta; bila berjanji, ia mengingkari; dan bila diberi kepercayaan (amanah), ia berkhianat.” Muttafaqun ‘alaih.

Dari hadits Abdullah bin Umar disebutkan, “Dan bila berselisih, ia berbuat fajir.”

Syara Hadits

1. Definisi Nifaq

Ibn Rajab berkata: “Nifaq secara bahasa merupakan jenis penipuan, makar, menampakkan kebaikan dan memendam kebalikannya.

Secara syari’at terbagi dua: Pertama, Nifaq Akbar (Kemunafikan Besar); yaitu upaya seseorang menampakkan keimanan kepada Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, Rasul dan hari akhir, sebaliknya memendam lawan dari itu semua atau sebagiannya. Inilah bentuk nifaq (kemunafikan) yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan yang dicela dan dikafirkan para pelakunya oleh al-Qur’an. Rasulullah SAW menginformasikan bahwa pelakunya kelak akan menempati neraka paling bawah.

Kedua, Nifaq Ashghar (Kemunafikan Kecil); yaitu kemunafikan dalam perbuatan. Gambarannya, seseorang menampakkan secara teranga-terangan keshalihannya namun menyembunyikan sifat yang berlawanan dengan itu.

2. Pokok-Pokok Nifaq

Pokok-pokoknya kembali kepada beberapa sifat yang disebutkan dalam hadits-hadits (yang disebutkan Ibn Rajab dalam syarah Arba’in, termasuk hadits yang kita kaji ini), di antaranya:

1. Seseorang berbicara mengenai sesuatu yang dibenarkan orang lain padahal ia berdusta. Nabi SAW bersabda dalam kitab al-Musnad karya Imam Ahmad, “Amat besar pengkhianatanya manakala kamu berbicara kepada saudaramu dengan suatu pembicaraan di mana ia membenarkanmu namun kamu berdusta kepadanya.”

2. Bila berjanji, ia mengingkari. Ini terbagi kepada dua jenis: Pertama, seseorang berjanji padahal di dalam niatannya tidak ingin menepatinya. Ini merupakan pekerti paling buruk.


Kedua, Berjanji pada dirinya untuk menepati janji, kemudian timbul sesuatu, lalu mengingkarinya tanpa alasan. Dalam hadits yang dikeluarkan Abu Daud dan at-Turmudzi dari hadits Zaid bin Arqam, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Bila seorang laki-laki berjanji dan berniat menepatinya namun tidak dapat menepatinya, maka tidak apa-apa baginya (ia tidak berdosa).”

3. Bila berseteru, ia berbuat fajir. Makna fujur adalah keluar dari kebenaran secara sengaja sehingga kebenaran ini menjadi kebatilan dan kebatilan menjadi kebenaran. Dan inilah yang menyebabkannya melakukan dusta sebagaimana sabda Nabi SAW, “Berhati-hatilah terhadap kedustaan, sebab kedustaan dapat menggiring kepada ke-fujur-an dan ke-fujur-an menggiring kepada neraka.” Di dalam kitab ash-Shahihain dari nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci Allah adalah yang paling suka berseteru dalam kebatilan.” Dan di dalam sunan Abi Daud, dari Ibnu ‘Umar, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang berseteru dalam kebatilan padahal ia mengetahuinya, maka senantiasalah ia dalam kemurkaan Allah hingga menghadapi sakaratul maut.” Di dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang membantu dalam perseteruan secara zhalim, maka ia akan mendapatkan kemurkaan dari Allah.”

4. Bila berjanji, ia mengkhianati (mengingkari) dan tidak menepatinya. Padahal Allah SWT menyuruh agar menepati janji seraya berfirman, “Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-jawabannya.” (QS.al-Isra’/17:34) Dan firman-Nya, “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS.an-Nahl/16:91)

Di dalam kitab ash-Shahihain dari Ibn ‘Umar dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Setiap pengkhianat akan memiliki panji pengenal pada hari kiamat, lalu dikatakan; inilah pengkhianatan si fulan.”

Mengkhianati setiap perjanjian yang terjadi antara seorang Muslim dan orang lain haram hukumnya sekali pun orang yang diajak berjanji itu adalah seorang kafir.

Oleh karena itu, di dalam riwayat al-Bukhari, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Siapa yang membunuh jiwa yang diberi perjanjian tanpa hak, maka ia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya terasa dari jarak perjalanan 40 tahun.”

Tentunya, perjanjian yang terjadi di antara sesama Muslim, harus lebih ditepati lagi dan membatalkannya merupakan dosa besar. Bentuk dosa paling besar dalam hal ini adalah membatalkan perjanjian dengan imam (pemimpin negara Islam) yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti dan sudah rela terhadapnya.

Di dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah RA, dari nabi SAW, beliau bersabda, “Tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak Dia bersihkan diri mereka dan mereka malah akan mendapat azab yang pedih…” Di dalam hadits ini, beliau SAW menyebutkan salah satu dari mereka, yaitu seorang laki-laki yang telah membai’at seorang imam, tetapi ia membai’atnya hanya karena dunia; jika ia (sang imam) memberinya sesuai dengan apa yang diinginkannya, maka ia menepatinya dan bila tidak, maka ia tidak pernah menepatinya.”

Termasuk dalam janji yang wajib ditepati dan haram dikhianati adalah seluruh akad seperti jual beli, pernikahan dan akad-akad lazim yang wajib ditepati, yang terjadi di antara sesama Muslim bila mereka saling rela atasnya. Demikian pula, sesuatu yang wajib ditepati karena Allah SWT dari perjanjian hamba dengan Rabbnya seperti nadzar berbuat kebajikan dan semisalnya.

5. Bila diberi amanah, ia berkhianat. Bila seseorang diberi amanah, maka ia wajib mengembalikannya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS.an-Nisa’/4:58)

At-Turmudzi dan Abu Daud mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang beramanah kepadamu dan janganlan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.”

Khianat terhadap amanah merupakan salah satu sifat munafik sebagaimana firman Allah SWT, “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shaleh.[75] Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).[76]Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.[77]” (QS.at-Taubah/9:75-77)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-gunung…..” (QS.al-Ahzab/33:72)

Pokoknya, semua Nifaq Ashghar terpulang kepada adanya perbedaan antara perkara tersembunyi (bathiniah) dan terang-terangan (lahiriah). Al-Hasan al-Bashori RAH berkata, “Sekelompok Salaf berkata, ‘Kekhusyu’an nifaq hanya terlihat pada kehusyu’an raga sedangkan hatinya tidak pernah khusyu’.”

‘Umar RA berkata, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah Munafiq ‘Alim (yang berpengetahuan).” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin, seorang munafik memiliki sifat ‘alim.?” Ia menjawab, “Ia berbicara dengan penuh hikmah namun melakukan kezhaliman atau kemungkaran.”

Nifaq Ashghar merupakan sarana melakukan Nifaq Akbar sebagaimana halnya perbuatan-perbuatan maksiat adalah merupakan ‘kotak pos’ kekufuran.

Bentuk sifat nifaq ‘amali (praktis) yang paling besar adalah manakala seseorang melakukan suatu perbuatan, tampak berniat baik namun ia melakukan itu hanya agar dapat mencapai tujuan yang buruk. Dengan tipuan itu, ia lantas mencapai tujuannya, bergembira dengan makar dan tipuannya sementara orang-orang memujinya atas pertunjukan (kepura-puraan) yang membuatnya sampai kepada tujuan buruk yang dipendamnya itu.

Manakala di kalangan shahabat telah ditetapkan bahwa nifaq adalah adanya perbedaan antara perkara tersembunyi dan terang-terangan, maka sebagian mereka khawatir bila terjadi perubahan hati; konsentrasi, kekhusyu’an dan kelembutannya ketika mendengar adz-Dzikr (al-Qur’an) dengan menoleh dunia dan sibuk dengan urusan keluarga, anak dan harta di mana hal itu semua akan menjadi salah satu bentuk kemunafikan dari mereka. Karena itu, Rasulullah SAW sampai berkata kepada mereka, “Hal itu bukan termasuk kemunafikan.”
(SUMBER: Tawdhiih al-Ahkaam Min Buluugh al-Maraam karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Bassam, Jld.VI, hal.311-314)


Wednesday, April 20, 2011

ISTIDRAJ....??


Apakah dia istidraj itu?
Ianya adalah pemberian nikmat Allah kepada manusia yang mana pemberian itu tidak diredhaiNya dan kejadian luar biasa yang diberikan kepada orang fasik yang mengaku sebagai wakil Tuhan dengan mengemukakan berbagai dalil untuk menguatkan kebohongannya.
Al Istidraj mempunyai beberapa nama atau istilah yang berbagai:
1. Adakalanya seseorang dikabulkan segala permintaannya agar ia makin bertambah ingkar dan sesat, tetapi pada akhirnya ia akan dimatikan dalam keadaan kafir.
Hal itu seperti yang disebutkan dalam firman Allah:
“Nanti Kami akan menarik mereka dengan beransur-ansur (ke arah kebinasaan ) dengan cara yang tidak mereka ketahui”. (Al-Qalam :44)
2. Makar:
Dalam Al Qur’an disebutkan:
“Maka tidak ada yang terhindar dari tipu daya Allah kecuali orang yang rugi”. (Al-‘Araf: 99)
Allah berfirman:
“Dan mereka berbuat tipu daya, maka Allah membalas mereka dengan tipu daya yang serupa dan Dia sebaik-baik yang membuat balasan” (Ali ‘Imran: 54)
3. Al Kaid artinya tipu daya:
Dalam firman Allah disebutkan:
“Mereka berusaha menipu Allah, padahal Allah yang menipu mereka” (An-Nisaa’:142)
Allah berfirman:
“Mereka akan menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, tetapi mereka tidak merasakannya”. (Al-Baqarah: 9)
4. Imla’ mempunyai arti memberi tangguh:
Firman Allah:
“Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahawa pemberian tangguh bagi mereka itu memberi kebaikan bagi mereka, tetapi hal itu terjadi agar mereka makin bertambah dosa-dosanya” (Ali ‘Imran: 178)
5. Al Ihlak mempunyai arti kebinasaan:
Allah berfirman:
“Sampai ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, maka Kami siksa mereka dengan cara yang mendadak” (Al-‘Anaam: 44)




Allah berfirman:
“Firaun dan bala tentaranya menyombongkan diri di permukaan bumi tanpa alasan yang dibenarkan, dan mereka mengira bahwa mereka tidak akan kembali kepada Kami, maka Kami menyiksanya dan bala tentaranya, kemudian Kami menenggelamkan mereka di dalam laut” (Al-Qisas: 33)
Rasullulah s.a.w. bersabda :"Apabila kamu melihat bahawa Allah Taala memberikan nikmat kepada hambanya yang selalu membuat maksiat (durhaka), ketahuilah bahawa orang itu telah diistidrajkan oleh Allah SWT." (Diriwayatkan oleh At-Tabrani, Ahmad dan Al-Baihaqi)
Tetapi bagaimana dengan ada orang yang sembahyang 5 waktu sehari semalam, bangun tengah malam bertahajjud, puasa bukan di bulan Ramadhan sahaja, bahkan Isnin, Khamis dan puasa sunat yang lain. Tapi, hidup mereka biasa sahaja. Ada yang susah juga. Kenapa? Dan bagaimana pula orang yang seumur hidup tak sembahyang, puasa pun tak pernah, rumahnya tersergam indah, kereta mewah menjalar, duit banyak,dia boleh hidup kaya dan mewah. Bila kita tanya, apa kamu takut mati? Katanya, alah, orang lain pun mati juga, kalau masuk neraka, ramai-ramai. Tak kisahlah!
Sombongnya mereka, takburnya mereka. Rasullulah s.a.w. naik ke langit bertemu Allah pun tak sombong, Nabi Sulaiman, sebesar-besar pangkatnya sehinggakan semua makhluk di muka bumi tunduk di bawah perintahnya pun tak sombong! Secantik-cantik Nabi Yusof dan semerdu suara Nabi Daud, mereka tak sombong. Bila sampai masa dan ketikanya, mereka tunduk dan sujud menyembah Allah.
Manusia istidraj - Manusia yang lupa daratan. Walaupun berbuat maksiat, dia merasa Allah menyayanginya. Mereka memandang hina kepada orang yang beramal. "Dia tu siang malam ke masjid, basikal pun tak mampu beli, sedangkan aku ke kelab malam pun dengan kereta mewah. Tak payah beribadat pun, rezeki datang mencurah-curah. Kalau dia tu sikit ibadat tentu boleh kaya macam aku, katanya sombong." Sebenarnya, kadang-kadang Allah memberikan nikmat yang banyak dengan tujuan untuk menghancurkannya.
Rasullulah s.a.w bersabda: "Apabila Allah menghendaki untuk membinasakan semut, Allah terbangkan semua itu dengan dua sayapnya" (Kitab Nasaibul Ibad) Anai-anai, jika tidak bersayap, maka dia akan duduk diam di bawah batu atau merayap di celah-celah daun, tetapi jika Allah hendak membinasakannya, Allah berikan dia sayap. Lalu, bila sudah bersayap, anai-anai pun menjadi kelkatu. Kelkatu, bila mendapat nikmat(sayap), dia akan cuba melawan api. Begitu juga manusia, bila mendapat nikmat, cuba hendak melawan Allah swt.
Buktinya, Firaun. Nikmatnya tak terkira, tidak pernah sakit, bersin pun tidak pernah kerana Allah berikannya nikmat kesihatan. Orang lain selalu sakit, tapi Firaun tidak, orang lain mati, namun dia masih belum mati-mati juga, sampai rasa angkuh dan besar diri lantas mengaku dirinya tuhan. Tapi dengan nikmat itulah Allah binasakan dia.
Namrud, yang cuba membakar Nabi Ibrahim. Betapa besar pangkat Namrud? Dia begitu sombong dengan Allah, akhirnya menemui ajalnya hanya disebabkan seekor nyamuk masuk ke dalam lubang hidungnya. Tidak ada manusia hari ini sekaya Qarun. Anak kunci gudang hartanya sahaja kena dibawa oleh 40 ekor unta. Akhirnya dia ditenggelamkan bersama-sama hartanya sekali akibat terlalu takbur. Jadi kalau kita kaya, jangan sangka Allah sayang, Qarun lagi kaya, akhirnya binasa juga. Jadi, jika kita kaji dan fikir betul-betul, maka terjawablah segala keraguan yang mengganggu fikiran kita.
Mengapa orang kafir kaya, dan orang yang berbuat maksiat hidup senang dan mewah. Pemberian yang diberikan oleh Allah pada mereka bukanlah yang diredhaiNya. Rupa-rupanya ianya adalah bertujuan untuk menghancurkannya. Untuk apa hidup ini tanpa keredhaanNya? Tetapi jangan pula ada orang kaya beribadat, masuk masjid dengan kereta mewah kita katakan itu istidraj. Orang naik pangkat, istidraj. Orang-orang besar, istidraj. Jangan! Orang yang mengunakan nikmatnya untuk kebajikan untuk mengabdi kepada Allah bukan istidraj. Dan jangan pula kita tidak mahu kekayaan. Kalau hendak selamat, hidup kita mesti ada pegangan. Bukan kaya yang kita cari, juga bukan miskin yang kita cari.
Tujuan hidup kita adalah mencari keredaan Allah. Bagaimana cara untuk menentukan nikmat yang diredhai Allah? Seseorang itu dapat menyedari hakikat yang sebenarnya tentang nikmat yang diterimanya itu ialah apabila dia bersyukur nikmatnya. Dia akan mengunakan pemberian ke jalan kebaikan dan sentiasa redha dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Maka segala limpah kurnia yang diperolehi itu adalah nikmat pemberian yang diredhai Allah. Bila tujuan hidup kita untuk mencari keredhaan Allah, niscaya selamatlah kita di dunia dan akhirat.


Wallahualam.

Kenapa Hati Kita Masih Terhijab?


Setiap manusia dilahirkan mempunyai hati. Sama ada hati itu hidup atau mati bergantung kepada pemilih hati itu sendiri. Jika ia berusaha mengenali Allah s.w.t dan mencari kebenaran maka hatinya akan jadi baik. Sebaliknya jika ia menjauhkan diri daripada Allah s.w.t dan melanggar perintah dan larangan-Nya maka hatinya akan menjadi sakit. Inilah kelebihan manusia daripada haiwan iaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenarnya hingga ia menjadi hamba Allah yang benar-benar takutkan Allah.
Ini difirmankan Allah s.w.t. yang bermaksud : "Apabila disebut nama Allah, gementarlah hati-hati mereka". (Surah Al Anfaal ayat 2)
Hati yang terang-benderang begini dimiliki oleh para orang muttaqin, muhlisin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka nampak dan kenal betul sifat-sifat keagungan Allah. Sebab itu mereka dapat benar-benar menghambakan diri kepada Allah s.w.t. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak nampak dan tidak kenal Allah.
Ini juga ada difirmankan oleh Allah s.w.t maksudnya :"Adakah orang yang mengetahui bahawasanya apa yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal sahaja yang dapat mengambil pelajaran." (Surah Ar Ra’d ayat 19)
Firman Allah s.w.t.lagi maksudnya: "Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang orang yang lalai" (Surah An Nahl ayat 108)
Dari Umar bin Al Khattab, Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Cap penutup hati tergantung di kaki Arasy maka bila larangan Allah dilanggar dan yang diharamkan-Nya dianggap halal, Allah mengirim cap penutup hati ini lalu hati para pelanggar dikenakan cap ini".
Bila hati sudah buta, sudah dikunci mati oleh Allah s.w.t., tidak dapat lagilah ia mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran. Walaupun kita sebagai umat Islam, ada juga dalam kalangan kita hatinya masih buta. Buktinya ialah kita masih tergamak membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih buat dosa ialah orang yang tidak takutkan Allah. Orang yang tidak takutkan Allah ialah orang yang tidak kenal siapa Allah. Tidak kenal Allah ialah lantaran kerana hati telah buta.
Sabda Rasulullah s.a.w. maksudnya : "Sesungguhnya seorang Mukmin apabila melakukan dosa terjadilah satu bintik hitam di hatinya, maka jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya selamatlah hatinya, dan kalau bertambah dosanya bertambahlah terkunci hatinya."
Sabda baginda lagi yang maksudnya:"Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebahagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya."
Kalau mata kita buta, kita tidak dapat melihat, tidak mengenal malah tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakkal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya iaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, seksa kubur, dan lain-lain lagi. Dan bila amalan itu tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.
Firman Allah s.w.t.maksudnya:"Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka seksa yang pedih disebabkan mereka berdusta." (Surah Al Baqarah: 10)
Mereka akan terseksa di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka kecewa, putus asa, keluh kesah, tidak tenang. Di akhirat lagi pedih. Antara penyakit hati yang Allah s.w.t. maksudkan itu ialah hasad dengki, dendam, buruk sangka, tamak, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riak, ujub dan sombong.
Bersabda Rasulullah s.a.w. maksudnya : "Dalam diri anak Adam itu ada seketul daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati". (Hadis Riwayat Bukhuri dan Muslim)
Masalah besar penyakit manusia adalah penyakit hati. Bila hatinya rosak, kotor, sakit dan berselaput maka akan rosaklah seluruh anggota manusia yang lain.
Terdapat beberapa sebab kenapa hati boleh terhijab. Perkara-perkara tersebut adalah seperti yang berikut :
Pertama : Memakan makanan yang haram atau syubahat
Bersabda Rasulullah s.a.w. bermaksud: "Hati itu ditempa dengan apa yang dimakan".
Memakan makanan yang haram bukan sahaja hati menjadi terhijab tetapi do'a seseorang juga tidak dimakbulkan oleh Allah s.w.t.
Daripada Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, katanya Rasulullah s.a.w. bersabda maksudnya : "Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima melainkan yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan orang mukmin dengan apa yang diperintahkan kepada sekalian rasul dengan firman-Nya (seperti yang tersebut dalam hadis yang bermaksud) : Wahai sekalian Rasul, makanlah makanan yang baik dan beramallah dengan amalan yang soleh. Firman-nya lagi : Wahai sekalian orang yang beriman! Makanlah makanan yang baik yang telah kami beri rezeki kepada kamu. Kemudian baginda menyebutkan seorang lelaki yang jauh perjalanannya, kusut masai rambutnya, dan berdebu mukanya menghulurkan kedua tangannya ke langit (berdoa) Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku! Padahal makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram dan (mulutnya) disuapkan dengan yang haram. Maka bagaimanakah akan diperkenankan doanya." (Hadis Riwayat Muslim)
Antara langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram ialah:
1. Jangan makan benda yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih.
2. Jangan makan makanan yang bernajis sama ada sifatnya najis (kerana dibuat dari bahan yang tidak halal) atau kerana cara menyucinya tidak betul yakni tidak menurut syariat, menjadikan ia tetap najis (tetap tidak halal).
3. Jangan makan daging sembelihan yang tidak halal dan pembersihannya tidak menurut syariat.
4. Jangan makan makanan yang dibeli dengan duit yang haram (sekalipun makanan itu halal). Duit yang haram adalah seperti rasuah, duit riba, duit curi, duit judi, duit nombor ekor, dan duit yang diperoleh secara penipuan.
5. Jangan kita makan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, nombor ekor dan lain-lain.
Adapun makanan syubahat ialah makanan yang kita ragui halal atau haram dan duit syubahat ialah duit yang sumbernya kita ragui halal atau haram. Kedua-dua makanan dan duit yang syubahat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperolehi kejernihan ‘batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya.
Hari ini banyak makanan di kedai-kedai makanan yang menulis perkataan “HALAL” dan “ISLAM” untuk tanda perniagaan mereka. Kita harus hati-hati juga sebab orang bukan Islam telah menyalahgunakan perkataan "HALAL” dan “ISLAM” itu untuk keuntungan perut dan poket mereka sahaja. Mereka tidak langsung takut pada Allah s.w.t. kerana mereka bukan orang beriman dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.
Kedua :Makanan halal tetapi berlebih-lebihan di dalam pemakanan.
Rasulullah s.a.w. maksudnya :"Wadah yang paling dibenci oleh Allah ialah perut yang penuh dengan makanan yang halal".
Allah s.w.t. benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang ketat itu akan melemahkan kegiatan hati yakni tidak kuat untuk memandang pada alam ghaib. Bila hati lemah maka manusia jadi lalai dan malas (mahu tidur sahaja). Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar inilah para solafussoleh hanya sedikit makannya.
Rasulullah s.a.w. selalu berlapar perut. Baginda pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perut baginda dengan kain agar dengan itu tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Baginda jarang kenyang. Tiga hari berlapar, satu hari kenyang. Dan selalunya satu hari baginda berpuasa, satu hari berbuka.
Nabi Sulaiman a.s yang kaya-raya itu juga begitu hidupnya. Selalu berpuasa dan kalau makan hanya roti kering dan air sejuk.
Nabi Yusuf a.s ketika menjadi menteri Mesir pun sehari puasa sehari berbuka. Bila ditanya mengapa baginda berbuat begitu, jawabnya, “Di hari aku lapar, aku dapat merasa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang aku dapat bersyukur pada Allah s.w.t. yang memberikan rezeki.”
Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang dengan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Dan cara hidup mereka itulah yang wajib kita contohi. Kita mesti sentiasa berperang dengan nafsu yang sentiasa mengajak kita lalai dari Allah.
Mari kita ubati hati kita dengan cara mengurangkan makan.
Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Ini adalah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila lauk sudah bermacam-macam jenis, nafsu kita tambah besar untuk merasa semua jenis lauk.
(contoh sayur dan ikan, atau sayur dan ayam dll jangan campur ayam, daging, telor , udang dan sotong dalam satu hidangan)
Makanan itu biarlah sederhana, jangan terlalu sedap. Sebab kalau terlalu sedap kita tidak mampu mengawal nafsu dari makan lebih.
Ketiga : Pandangan dan Pendengaran yang Haram.
Telah sepakat orang-orang kita mengatakan: “Dari mata turun ke hati.”
Ertinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan setakat di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan ke hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan bersalut kejahatan dan kemungkaran itu.
Allah s.w.t menyuruh lelaki beriman supaya menundukkan pandangan matanya kepada wanita yang bukan mahram, begitu juga Allah s.w.t menyuruh wanita beriman supaya menundukkan pandangan mereka kepada lelaki yang bukan mahram. Hikmah arahan ini adalah supaya mereka akan merasa kemanisan iman dan terpelihara hati mereka daripada cenderung kepada kemungkaran.
Firman Allah s.w.t maksudnya: "Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan". (Surah an-Nur ayat 30)
Firman Allah s.w.t maksudnya: "Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali yang zahir daripadanya..." (Surah an-Nur ayat 31)
Hati yang sentiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar ialah hati yang gelap pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi takut pada Allah s.w.t., malah hilang cinta dan rindu pada Allah s.w.t
Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan al Quran, puasa, sembahyang sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.
Tetapi kalau setiap hari kita isi dengan program hiburan di TV, melihat filem-filem dalam CD, berbual kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat dan mendengar lagu-lagu rock, nanti kita akan jadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak lagi rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya dan tidak suka lagi pada ahli-ahli agama dan lupa akhirat.
Hati kita jadi cinta kepada dunia dan segala hiburannya, mahu lepas bebas tanpa sekatan hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan ingin hidup lebih lama lagi. Itulah bukti-bukti menunjukkan tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan kepada yang haram, akan membuatkan hati kita buta kepada kebenaran.
Mari kita ubati hati kita dengan membataskan pandangan dan pendengaran hanya kepada apa yang boleh mengingatkan kita kepada Allah, takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.
Antara langkah-langkah yang patut diambil ialah:
1. Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadis dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam masa yang sama, elakkan daripada membaca buku-buku khayal, majalah hiburan dan akhbar-akhbar yang kosong dari kebenaran.
2. Selalu mengunjungi masjid, tempat pengajian agama, majlis dakwah, tahlil dan zikrullah dan elakkan dari tempat-tempat maksiat, majlis-majlis sosial liar (percampuran bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan. Sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat serta elakkan dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.
3. Menziarahi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi kekuatan.
4. Ingat mati, kerana selalu mengingati mati akan melembutkan hati
Ingatlah, hati orang Mukmin ialah hati yang sihat dan ceria.
Hati orang yang fasiq (berdosa) ialah hati yang sakit dan resah.
Dosa itu akan mengundang resah dalam jiwa. Hati yang terhijab tidak akan merasai kebesaran Allah s.w.t. dan tidak akan bersalah apabila melakukan dosa. Oleh itu marilah kita sama-sama perbaiki hati-hati kita supaya sentiasa sihat, ceria dan sejahtera dan tidak terhijab. Kerana hati yang sejahtera dan salim akan dijemput oleh Allah s.w.t untuk memasuki Syurga-Nya.
Firman Allah s.w.t maksudnya : “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diredhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam Syurga-Ku”(Surah Al-Fajr ayat 27-30)